Pengumuman

Tolong follow dan click iklan buat saya jika anda merasa terbantu dengan artikel ini, terimakasih atas kebaikan anda. any comment? send to taringdoberman@yahoo.com

Thursday, April 28, 2011

ANATOMI ULAR





































Internal Ventral View of the Female Snake 



A. Trachea
B. Esophagus
C. Thymus
D. Thyroid
E. Heart
F. Vestigial left lung
G. Right lung
H. Air sac
I. Liver
J. Gall Bladder
K. Stomach
L. Spleen
M. Pancreas
N. Ovary
O. Adrenal gland
P. Oviduct
Q. Kidney (right)
R. Ureter
S. Colon
T. Cloaca
U. Scent glands
V. Uterus
W. Small intestine

Penjelasan Singkat Organ Reproduksi Jantan dan Betina

Gonad berpasangan, testis pada ular jantan dan ovarium pada ular betina.  kedua jenis ini terletak dengan posisi yang sama didalam tubuh ular yaitu gonad kanan lebih dekat ke kepala dari pada gonad bagian kiri, juga terletak lebih dekat ke kepala dari ginjal.
Pada ular betina, ovarium berada dekat dengan saluran telur, yang membawa telur ke rahim sebelum mereka memasuki kloaka. Beberapa ular adalah ular yg bertelur dan lainnya termassuk vivipar (dilahirkan dalam bentuk  hidup). Pada mamalia, jantan memiliki dua saluran yang terkait dengan setiap Testis- epididimis dan ductus deferens. Ular tidak memiliki epidiymides dan sperma langssung  diangkut dari Testis melalui ductus deferens ke kloaka. ular jantan ini ini juga memiliki organ yang disebut "hemipenis" yang terletak di belakang pembukaan kloaka. Hemipenis adalah organ sanggama pasangan, dan mereka berdua berfungsi penuh, meskipun hanya satu per satu yang digunakan untuk mentransfer sperma ke betina. Hemipenis  juga terkait erat dengan kelenjar bau (feromon), yang juga dapat ditemukan pada ular betina.










Dilema SIDH, KTA, STRV PDHI,

Saya setuju dengan Pendapat Bapak suli, mari melihat secara holistik. berikut pendapat Bapak Suli Truli

Mengapa saya mempertanyakan soal STRV, SIDH karena hal ini tidaklah terlalu
mendesak dilaksanakan karena seperti kita tahu posisi UU 18/ 2009 telah
dilakukan judicial review oleh beberapa pihak termasuk PDHI dan hasil yang
diperoleh adalah dikabulkannya permohonan itu oleh MK. Karena semua teman
menyatakan bahwa pelaksanaan penerbitan STRV dan SIDH adalah amanat UU tersebut
maka saya juga menanyakan bagaimana kelanjutan dari hasil uji MK tersebut apakah

UU tersebut dikembalikan ke pemerintah dan DPR untuk direvisi atau tetap
berlaku? Jika di revisi oleh DPR maka tentu belum bisa diberlakukan, jika tetap
berlaku apakah sudah ada aturan pelaksananya dalam bentuk PP, KepPres dsb?

Hal ini perlu kejelasan karena kita harus patuh kepada hukum di negara ini yang
kita juga ikut membuatnya.
Selain itu jika kita berbicara dalam tataran organisasi maka ada pertanyaan
mendasar yaitu: organisasi kita ini apa sudah konsisten dengan sikapnya di satu
sisi melakukan judicial review dan dilain sisi kita jalankan UU yang kita anggap

kurang sempurna itu padahal pasal yg digugat adalah pasal inti dari bidang
kesehatan hewan sehingga berkaitan dengan hal lainnya termasuk masalah STRV dan
SIDH ini juga.

Mengenai kompetensi sendiri bukanlah masalah senior tidak mau dan yang yunior
mau di sertifikasi tetapi lebih dari itu adalah:
1. Siapa yang berhak melakukan uji kompetensi di negara ini? Negara atau Swasta?
2. Jaminan apa yang diberikan setelah lolos dari uji kompetensi ini?
3. Apa uji kompetensi yang dilakukan FKH selama ini sebagai lembaga pendidikan
terakreditasi sudah tidak cukup lagi? Jika belum cukup apa yang salah dari pola
pendidikan kita?

4. JIka kita meniru mengapa tidak dikaji sebelumnya secara luas dan secara
sosiologis terhadap seluruh drh yang ada, mengapa hanya dilakukan oleh kalangan
terbatas saja?
5. Apakah dengan STRV ini sudah dipastikan tidak ada lagi kesalahan dalam
melaksanakan profesi drh?

Saya hanya takut kita hanya latah untuk menerbitkan sertifikat padahal selama
ini surat rekomendasi dari organisasi profesi apakah sudah tidak cukup lagi?

Secara umum masalah drh di Indonesia adalah eksistensinya yang tidak
diakui/diketahui oleh masyarakat dan negara, tersegmentasinya drh dalam
kepentingan-kepentingan baik swasta maupun lembaga-lembaga pusat dan otonom,
lembaga-lembaga non pemerintah dsb., tetapi mengapa jawaban untuk masalah ini
adalah sertifikasi dan bukan melakukan pendekatan-pendekatan yang bersifat lebih

humanis dan sosial.

Jika saya boleh bertanya: "kemana negara selama ini kok tidak pernah urus dokter

hewan? Tapi kenapa sekarang tiba-tiba kami diperlakukan seperti ini?" Apa salah
kami para drh?
Sehingga saya berani mengatakan kenapa para drh yang melakukan profesinya secara

mandiri di segala bidang kerja justru mereka yang mendapat tulah dari apa yang
telah mereka perbuat selama ini untuk menunjukkan eksistensi drh pada saat semua

lulusan drh lainnya sibuk mencari kesempatan diluar bidangnya atau tidak
melakukan profesinya?

Dan saya masih ingat bagaimana seorang pejabat pemerintah beberapa waktu yang
lalu menunjukkan ketidaksukaannya dan menyanggah atas usulan yang saya berikan
sebagai seorng drh swasta dalam mengawasi peredaran unggas dari breeder s/d
peternak final stock broiler yang pada akhirnya usulan itu termasuk dalam salah
satu pedoman pengawasan unggas nasional untuk pencegahan flu burung. Selain itu
juga saya mengusulkan bagaimana drh swata turut terlibat dan bertanggung jawab
dalam pengananan flu burung. Kebetulan pejabat itu sejawat drh juga.
Dan masih banyak lagi hal-hal yang saya peroleh dari rekan-rekan kolega yang
lain bahwa mereka juga mendapat perlakuan yang sama seperti itu. Maka saya
berani mengatakan bahwa pencapaian posisi seorg drh di pemerintahan memberi
nilai lebih daripada mereka yang hanya tulus melayani masyarakat apa adanya
dengan modal sendiri.
Apakah adil?

Jadi apakah STRV, SIDH menjadi relevan dan prioritas utama untuk dilaksanakan
dengan segudang masalah utama lainnya??

Kalau saya ditanya apa solusinya:
1. Benahi dulu hubungan kolegial di dalam tubuh drh menjadi setara semuanya.
2. Perluas jangkauan pelayanan kedokteran hewan di bidang-bidang yang belum
terjangkau.
3. Hilangkan patronase, eksklusifitas dan dikotomi drh pemerintah dan swasta
(siapa yang mengatur dan diatur/ siapa yang mengawasi dan diawasi).
4. Kedepankan nilai-nilai kemanusiaan ketimbang nilai kapital.
5. Kedaulatan drh Indonesia diutamakan.
6. Dalam organisasi profesi jangan ada eksklusifitas dimana hanya orang-orang
tertentu saja yang tahu apa yang dikerjakan.
7. Organisasi profesi merupakan alat dan bukan tujuan untuk menjadikan profesi
ini bermartabat dan didirikan oleh anggota sehingga perhatikan kesejahteraan
anggotanya dan bukan sebagai alat untuk penekan anggotanya.
8. Memanusiakan drh dan bukan menjadikannya komoditas apapun juga.

Demikian tanggapan saya. Mudah-mudahan memberi kejelasan.

Wassalam

Suli Teruli